Cita-citanya sebagai dokter kandas oleh kegemarannya bermain bulutangkis. Toh kepiawaiannya dalam olahraga tepuk bulu ini malah mengantarkannya ke puncak prestasi sebagai juara All England delapan kali, dan bersama tim Indonesia merebut Piala Thomas pada tahun 1970, 1973, 1976, dan 1979. Sempat menjadi perdebatan siapa yang paling pantas dinobatkan sebagai olahragawan terbesar dunia di penghujung abad ini oleh Majalah Time. Bukan karena apa-apa, melainkan karena dua-duanya sama-sama hebat. Mereka adalah Muhammad Ali, petinju legendaris yang dijuluki The Greatest asal AS, dan Pele, algojo bernomor punggung 10 yang dikenal dengan si raja bola dari Negeri Samba, Brasil. Di tingkat dunia orang boleh berantem dulu sebelum sepakat, tetapi di Tanah Air tentu semua sepakat pada satu nama sebagai olahragawan terbesar Indonesia abad ini. Rudy Hartono Kurniawan, juara tunggal putra delapan kali All England, sebuah kejuaraan bulutangkis paling bergengsi.
Lahir pada 18 Agustus 1949 sebagai Nio Hap Liang, ia merupakan putra ketiga pasangan Zulkarnain Kurniawan dan Nyonya Zulkarnain Kurniawan. Dua kakak Rudy adalah Freddy Harsono dan Diana Veronica. Sedang kelima adiknya adalah Jeanne Utami, Eliza Laksmi Dewi, Ferry Harianto, Tjosi Hartanto, serta Hauwtje Hariadi. Keluarga besar ini tinggal di Jl. Kaliasin 49, sekarang Jl. Basuki Rachmat di kawasan pertokoan di pusat kota Surabaya. Rumah tinggal ini juga dijadikan tempat usaha jahit-menjahit pakaian pria. Usaha lainnya adalah sebuah perusahaan pemerahan susu sapi di dekat Wonokromo.
Seperti halnya bocah lain, Rudy kecil juga tertarik pada hampir semua cabang olahraga. Cabang olahraga yang digemarinya seolah mengikuti jenjang sekolahnya. Sewaktu SD ia sangat gemar renang, saat SMP ia berpindah suka voli, lalu di SMA ia dikenal sebagai pemain bola yang andal. Ia juga getol renang dan bermain sepatu roda. Tapi di antara berbagai jenis olahraga itu bulutangkis adalah yang paling dia minati.
Pada usia sembilan tahun Rudy sudah mulai memperlihatkan bakatnya pada olahraga tepuk bulu ini. Tetapi ayahnya baru mulai meliriknya ketika Rudy berusia 11 tahun. Ayahnya juga seorang pemain bulutangkis pada masa mudanya. Masa-masa itu Zulkarnain sudah bermain di kompetisi kelas I di Surabaya. Mula-mula ia bermain di Persatuan Bulutangkis Oke yang didirikannya sendiri tahun 1951. Pada tahun 1964 perkumpulan ini bubar dan Zulkarnain pindah ke perkumpulan Surya Naga. Di sini ia diminta mengasuh pemain-pemain muda.
Dalam melatih didikannya Zul berpedoman pada empat hal, yaitu kecepatan, napas panjang, kestabilan bermain, dan agresivitas. Karena itu semua anak asuhnya diwajibkan mengikuti latihan atletik, terutama lari jarak pendek dan jauh. Juga latihan lompat-lompatan, kucing-kucingan, dan macan-macanan. Di perkumpulan Oke yang didirikan ayahnya itu Rudy mulai berlatih lebih terarah, setelah sebelumnya cuma kebagian latihan di jalan. Ya, di jalanan, di atas aspal yang kasar dengan batu-batu yang menonjol di sana-sini, di depan kantor PLN Surabaya, dulu disebut Jalan Gemblongan," akunya dalam bukunya Rajawali Dengan Jurus Padi (1986).
Di situ Rudy berlatih pada hari Minggu saja, pagi hari sampai pukul 10.00. Merasa sudah mulai bisa memukul, Rudy mengikuti kompetisi di Surabaya. Dari kampung ke kampung di luar malam hari dengan penerangan sorot lampu petromaks.
Setelah berpindah ke PB Oke milik ayahnya, jadwal latihan Rudy mulai teratur. Ia mengasah keterampilan di gudang kereta api atau balai pertemuan yang kiri-kanannya dikelilingi oleh kereta api, di PJKA Karangmenjangan. Ia sendiri merasa senang bermain di gedung dekat tempat kereta api itu. "Di situ saya latihan sampai malam. Ada lampu. Lantainya juga disemen, tidak begitu bagus tetapi lumayanlah. Dan lagi di sebelah gedung itu ada warungnya. Kalau kami lapar, langsung makan-minum. Dan namanya anak, kadang-kadang kami lebih suka makan dan minumnya daripada main bulutangkis," kenangnya.
Setelah digembleng selama beberapa saat, Rudy hengkang ke perkumpulan Rajawali yang banyak melahirkan pemain bertaraf internasional. Pada waktu berlatih di PB Rajawali itu ia merasa memiliki catatan prestasi yang baik. Namun tanpa melupakan peran besar ayahnya ia mengakui kemajuan pesat dalam bidang teknis dan taktis bulutangkis baru diperoleh ketika memasuki Pemusatan Latihan Nasional Thomas Cup pada akhir tahun 1965.
Habis itu, ibarat sebuah benda angkasa, prestasinya melesat begitu cepat. Ia sudah ikut dalam perebutan kejuaraan bergengsi Piala Thomas tahun 1967. Setahun kemudian pada usia 18 tahun mahkota pertama All England ia raih setelah memukul andalan Malaysia Tan Aik Huang dengan skor 15-12 dan 15-9. Sejak itu setiap tahun secara berturut-turut sampai tahun 1974 Piala yang menjadi lambang supremasi bulutangkis tunggal putra itu seolah jadi miliknya (Rekor itu hingga kini belum terpecahkan).
Namun, di atas langit ternyata masih ada langit. Di tahun 1975 musuh bebuyutannya, Svend Pri merebutnya. Toh, piala itu kembali direnggut Rudy di tahun 1976. Bersama regu Indonesia, Rudy memboyong Piala Thomas tahun 1970, 1973, dan 1976. Dalam kejuaraan dunia resmi perorangan tahun 1980 pun ia juara tunggal putra. "Tak pelak lagi, selama masa jayanya Rudy Hartono merupakan pemain tunggal terbesar di dunia. Ia unggul dalam semua segi, keterampilan, kesegaran, dan taktik. Rekornya sebagai juara All England tujuh kali berturut-turut dan delapan kali dalam waktu sembilan tahun (1968 - 1976) sudah cukup berbicara," kata Stuart Wyatt, Presiden Persatuan Bulutangkis Inggris.
Deretan prestasi itu barangkali menjadi gambaran cara bermainnya yang cerdas dan berciri speed and power game. Gerakannya anggun dalam menutup lapangan. Ia agaknya tahu betul kapan harus bermain reli dan kapan harus bermain cepat. Ia juga tak mengobral smes, tapi begitu senjata pamungkas ini dilancarkan, lawan nyaris tak berkutik.
Di masa jayanya namanya seolah menjadi jaminan. Ia hampir tak pernah kalah. Bahkan saat ketinggalan angka mencolok pun, orang tetap yakin pada akhirnya kemenangan akan tetap dia raih. Bisa jadi karena itulah orang-orang Inggris lantas menjulukinya sebagai wonder boy.
Rahasia kemenangan
Banyak yang ingin tahu rahasia kemenangannya. Berdoa! Ia mengaku, doa menguatkan mental dan iman. "Berdoa bukan saja sebelum bertanding, tetapi pada saat pertandingan sedang berjalan. Berupa ucapan-ucapan tertentu yang bisa membangkitkan semangat dalam jiwa dan pikiran. Untuk setiap angka yang diperoleh dalam setiap pertandingan ia bersyukur "Tuhan, terima kasih atas angka ini. Begitu terus-menerus, sampai angka habis dan pertandingan berakhir," tuturnya dalam biografi yang disusun oleh Alois A. Nugroho itu.
Ia mengatakan hal itu lantaran yakin akan ungkapan "Manusia berusaha, Tuhan menentukan". "Dan ini saya lakukan hampir di semua pertandingan besar, terutama di All England. Bagi saya, hal ini sungguh-sungguh, 'Manusia berusaha, Tuhan menentukan'. Dan berdasarkan itu saya mempunyai satu keyakinan: kalau kita kalah itu memang wajar, sedang kalau kita menang itu Tuhanlah yang menghendaki. Kekalahan itu wajar karena kekalahan memang harus dialami oleh setiap pemain sebagai manusia. Inilah yang sedikit banyak mengurangi ketegangan dalam permainan, mengurangi ketakutan dan kekecilan hati," tuturnya.
Secara jujur pendekar bulutangkis ini mengaku, All England seperti menyihirnya sehingga setiap kali terjun di dalamnya ia selalu datang dengan gairah baru. "Aneh," katanya. Tahun 1968 ketika pertama kali berlaga di arena ini ia terdorong untuk mengikuti jejak Tan Joe Hok. Tahun 1969 pemuda jangkung itu ingin membuktikan menjadi orang Indonesia pertama yang menjuarai All England dua kali berturut-turut. Sementara di tahun 1970 ia menginginkan menjadi juara All England tiga kali berturut-turut. Sebab kalau sampai ini berhasil ia akan memperoleh piala tetap. "Jadi seakan-akan di All England saya ditugaskan untuk menciptakan rekor lagi, rekor lagi, rekor lagi," ungkapnya.
Salah satu musuh bebuyutan Rudy di arena ini adalah Svend Pri, pemain kawakan asal Denmark. Kendati tidak istimewa benar, Pri kerap jadi momok. Permainannya sering mengejutkan dan membikin lawan kehabisan akal. Namun Rudy punya cara untuk meredam yakni dengan bermain cepat yang ditunjang oleh daya tahan prima. "Itulah modal yang saya pakai, yaitu saya harus mengambil inisiatif lebih dulu. Melawan pemain sekaliber Svend Pri kita tidak boleh memberi hati. Sedikit saja kita lengah dan memberinya kesempatan untuk mengembangkan permainan, bisa habis kita."
Walaupun punya "senjata" untuk melawannya, toh jejak langkahnya di All England sempat terganjal oleh Pri di tahun 1975. Dalam permainan yang ketat dan menegangkan Pri menghentikan langkah Rudy dengan straight set 15-11 dan 17-14. "Saya akui bahwa permainan Pri baik sekali. Dia sudah mempersiapkan diri sungguh-sungguh. Sudah sepuluh tahun dia berpartisipasi di All England dengan target menjadi juara, baru kali itu Pri berhasil," kata Rudy soal kemenangan Pri.
Pri, pemain stylish yang kocak dan urakan itu memang punya smes overhead yang mematikan, walaupun mentalnya suka angin-anginan. Prinsip permainannya adalah "rebut set pertama, lepaskan set kedua, forsir set ketiga". Pada Piala Thomas, kejuaraan dunia bulu tangkis beregu tahun 1973 di Istora Senayan, Jakarta, Svend Pri lagi-lagi mempecundangi Rudy. Waktu itu Indonesia mengalahkan Denmark dengan skor 8-1 dan berhasil memboyong Piala Thomas. Ironisnya, Rudy menjadi satu-satunya pemain Indonesia yang dikalahkan kubu Denmark. Menurut Rudy, kekalahan ini merupakan kekalahan yang paling menyakitkan selama kariernya bermain bulutangkis.
Rudy tampaknya sadar bahwa berbagai juara yang ia raih berkat usaha banyak pihak. Termasuk para pemijat yang selalu dibawa tim Indonesia. Soalnya, di daerah yang berhawa dingin otot mudah sekali kejang. Letih sedikit saja, asam laktat mudah menumpuk di tempat-tempat tertentu. Untuk menyalurkan asam laktat ini ke dalam aliran darah, pijat otot menjadi sangat penting.
Soetrisno, mantan pemijat Rudy di berbagai kejuaraan, mengaku, sehabis pertandingan pemain memang perlu dipijat. "Bahkan sehabis saya pijat Rudy sering ketiduran sampai pagi," aku Soetrisno. Bagi mantan dosen FPOK Jakarta yang mengajar praktik pijat ini Rudy adalah atlet yang patut dicontoh. Menurut dia, Rudy sangat disiplin dalam menjalani latihan sehingga dalam setiap pertandingan ia yakin Rudy pasti bisa mengatasinya.
Di samping faktor teknis yang mengiringi setiap pertandingan, kadang muncul sisi nonteknis yang tak terduga yang bisa membuat kikuk. Rudy tampaknya tak siap. Ini terjadi ketika sebagai juara All England ia harus memberikan sambutan dalam bahasa Inggris. Untung ia "diselamatkan" oleh Ferry Sonneville yang membikinkan teks sambutan. Kekagokan juga muncul saat menghadiri acara jamuan makan. "Setiap mau menghadiri jamuan makan, saya merasa ngeri menghadapi begitu banyak macam sendok. Ada sendok makan, sendok sup, sendok buah, sendok teh, belum lagi pisau roti dan garpu. Kok semakin repot amat menjadi seorang juara," akunya.
Aspek nonteknis lain muncul ketika secara tak terduga ia bersama Poppy Dharsono main dalam film Matinya Seorang Bidadari (1972). Kehebohan muncul ketika dalam salah satu adegan ia terlihat bermain hot di depan kamera. "Saya menyesal lantaran kurang berpikiran panjang, walaupun sebelumnya saya kira itu cuma sekadar variasi," papar penggemar film ini.
Langkahnya di percaturan bulu tangkis surut menyusul kekalahannya di semifinal All England 1981 oleh pebulutangkis India Prakash Padukone. "Saya menyadari, sebagai pemain saya tidak bisa berbuat banyak lagi," tulisnya. Setelah itu Rudy yang namanya terpatri dalam buku Gunness Book of World Records, 1982, tetap berurusan dengan olahraga yang telah membesarkannya, walaupun di luar arena. Olahragawan terbaik versi SIWO/PWI tahun 1969 dan 1974 ini menjadi ketua bidang pembinaan PBSI periode 1981 - 1985.
Rudy yang sempat kuliah di Fakultas Ekonomi Trisakti, Jakarta, pun mengembangkan bisnis. Mula-mula bisnis susu di Sukabumi, lantas juga bisnis alat-alat olahraga, dengan mengageni merk Mikasa, Ascot, dan Yonex. Kemudian lewat PT Havilah Citra Footwear yang didirikan tahun 1996, ia memasok berbagai keperluan olahraga ke berbagai instansi. Belakangan suami dari Jane Anwar ini mendirikan PT Petrari Persada, perusahaan jasa informasi.
Kiprahnya di dunia bulutangkis mendorong United Nations Development Programme (UNDP) menunjuk Rudy sebagai goodwill ambassador (duta kemanusiaan) untuk Indonesia. UNDP adalah lembaga yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)yang berupaya memberantas kemiskinan, melestarikan lingkungan hidup, dan memberdayakan wanita.
Di mata UNDP, sosok Rudy memenuhi kualifikasi sebagai duta kemanusiaan. Sportivitas dan kerja kerasnya untuk menjadi nomor satu di dunia badminton pantas diteladani generasi muda. "Ia adalah sosok yang patut dijadikan contoh, role model," kata Ravi Rajan, Resident Representative UNDP di Indonesia (Gatra 8 November 1997). Sang maestro itu kini tak lagi mengelebatkan raketnya di udara. Usia dan kondisi kesehatannya tak lagi mengizinkan. Bahkan usai menjalani operasi penyempitan pembuluh darah pada jantungnya di Australia tahun 1988, ia berolahraga jalan kaki di sekitar tempat tinggalnya. Namun, yang pasti dedikasinya pada bulutangkis tak pernah mati.