Komputasi
paralel adalah salah satu teknik melakukan komputasi secara bersamaan dengan
memanfaatkan beberapa komputer independen secara bersamaan. Ini umumnya
diperlukan saat kapasitas yang diperlukan sangat besar, baik karena harus
mengolah data dalam jumlah besar (di industri keuangan, bioinformatika, dll)
ataupun karena tuntutan proses komputasi yang banyak. Kasus kedua umum ditemui
di kalkulasi numerik untuk menyelesaikan persamaan matematis di bidang fisika
(fisika komputasi), kimia (kimia komputasi) dll
Hubungan antara komputasi pararel dan komputasi modern
Penggunaan paralel processing dapat
digunakan dalam pengaplikasian komputasi modern untuk mendapatkan hasil yang
maksimal, pada artikel ini penggunaan paralel processing digunakan pada sebuah
aplikasi komputasi modern berbasis Grid Computing.
Pengertian Grid Computing itu sendiri
adalah penggunaan sumber daya yang melibatkan banyak komputer yang
terdistribusi dan terpisah secara geografis untuk memecahkan persoalan
komputasi dalam skala besar. Menurut tulisan singkat oleh Ian
Foster yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi bahwa suatu sistem
melakukan komputasi grid yaitu:
·
Sistem
tersebut melakukan koordinasi terhadap sumberdaya komputasi yang tidak berada
dibawah suatu kendali terpusat. Seandainya sumber daya yang digunakan berada
dalam satu cakupan domain administratif, maka komputasi tersebut belum dapat
dikatakan komputasi grid.
·
Sistem
tersebut menggunakan standard dan protokol yang bersifat terbuka (tidak terpaut
pada suatu implementasi atau produk tertentu). Komputasi grid disusun dari
kesepakatan-kesepakatan terhadap masalah yang fundamental, dibutuhkan untuk
mewujudkan komputasi bersama dalam skala besar. Kesepakatan dan standar yang
dibutuhkan adalah dalam bidang autentikasi, otorisasi, pencarian sumberdaya,
dan akses terhadap sumber daya.
·
Sistem
tersebut berusaha untuk mencapai kualitas layanan yang canggih, (nontrivial
quality of service) yang jauh diatas kualitas layanan komponen individu dari
komputasi grid tersebut.
Terdapat beberapa organisasi berbeda yang
masing-masing mengelola resource miliknya. Resources dari beberapa organisasi
tersebut secara dinamis akan dikelompokkan dalam sebuah Virtual Organizations
(VO), untuk menyelesaikan suatu permasalahan tertentu. Dalam implementasinya,
resources yang digunakan di dalam sebuah sistem Grid tidaklah sedikit dan
sifatnya pun heterogen. Karena itu, dibutuhkan interface dan protokol standar
yang bersifat terbuka. Dengan cara inilah, resources yang ada tersebut dapat
saling berkolaborasi untuk menyelesaikan proses komputasi tertentu. Grid
Computing mungkin atau mungkin tidak di awan tergantung pada jenis pengguna
yang menggunakannya. Jika pengguna sistem administrator dan integrator, mereka
peduli bagaimana hal tersebut diselenggarakan dalam awan.
Jika pengguna adalah konsumen, mereka
tidak peduli bagaimana hal-hal yang berjalan di sistem. Grid Computing
memerlukan penggunaan perangkat lunak yang dapat membagi dan pertanian keluar potongan
program sebagai satu gambar sistem besar untuk beberapa ribu komputer. Satu
keprihatinan tentang grid adalah bahwa jika salah satu bagian dari software
pada node gagal, karya lain dari perangkat lunak pada node lain mungkin gagal.
Hal ini diatasi jika komponen yang
memiliki komponen failover di node lain, tapi masalah masih bisa muncul jika
komponen lain bergantung pada potongan perangkat lunak untuk menyelesaikan
tugas-tugas komputasi satu atau lebih grid. Besar sistem gambar dan terkait
hardware untuk mengoperasikan dan memelihara mereka dapat berkontribusi untuk
modal besar dan biaya operasional. Pembahasan aplikasi sebuah sistem Grid dapat
dikembangkan dengan menggunakan berbagai macam sistem operasi yang ada saat
ini. Sebagai contoh, dengan menggunakan salah satu distro Linux yang memang
dikhususkan untuk clustering, yaitu Rocksclusters.
Pada distro ini, sudah dilengkapi dengan
paket-paket yang dibutuhkan untuk keperluan Grid, seperti PBS, MPI dan juga
Globus Toolkit. NIS (Network Information System) serta NFS (Network File
System) juga bisa langsung digunakan. Dengan meningkatnya kebutuhan para
peneliti akan sumber daya komputasi untuk melakukan e-Science dan berkembangnya
teknologi grid computing maka beberapa negara telah mengambil inisiatif untuk
mengimplementasikan infrastruktur komputasi grid di tingkat nasional.
Beberapa contoh di antaranya: India ,
Singapura , dan Jepang. Beberapa negara ASEAN yang lain pun kini tidak
ketinggalan dalam mengembangkan infrastruktur grid untuk riset berskala nasional.
Sebut saja Malaysia dengan MyREN (2005) dan Thailand dengan ThaiGrid (2006)
Suatu infrastruktur komputasi grid di tingkat nasional akan dapat menekan biaya
investasi dibandingkan bila masing-masing institusi penelitian di negara
tersebut harus mengadakan perangkat komputasinya sendiri-sendiri.
Lebih lanjut, sistem komputasi grid yang
menuntut penggunaan sumber daya komputasi secara bersama-sama akan menumbuhkan
semangat berkolaborasi di antara para peneliti tersebut. Suatu hal yang amat
positif. Melihat manfaat yang dapat diberikan oleh keberadaan suatu
infrastruktur komputasi grid di tingkat nasional maka pada Mei 2006, Bapak
Bobby Nazief, Ph.D (dari Universitas Indonesia) mengajukan proposal
pengembangan RI-GRID, yaitu infrastruktur komputasi grid di tingkat negara
Republik Indonesia yang bertujuan memanfaatkan sumber daya komputasi yang
berada di institusi-institusi penelitian baik saat ini maupun di masa akan
datang sehingga dapat digunakan oleh para peneliti di negara ini untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gambar di bawah ini menunjukkan rancangan
arsitektur infrastruktur komputasi grid RI. Seperti terlihat pada gambar
tersebut, RI-GRID dibangun dengan jalan menggabungkan sistem-sistem komputasi
grid yang berada di institusi-institusi penelitian (perguruan tinggi baik
negeri maupun swasta dan lembaga penelitian pemerintah) menjadi satu kesatuan.
Konfigurasi perangkat keras dan perangkat lunak masing-masing sistem di tingkat
institusi dapat berbeda, namun dengan mengoperasikan teknologi grid computing
seperti GT4 pada simpul-simpul penghubung dari masing-masing sistem,
keseluruhan sistem membentuk satu kesatuan infrastruktur komputasi grid
nasional. Dengan konfigurasi seperti ini, jika dibutuhkan, pengguna di suatu
institusi dapat memanfaatkan sumber daya komputasi yang berada di luar
institusinya.
Gambaran Sistem Grid Computing
Salah satu prasyarat dari pembentukan
RI-GRID adalah tersedianya suatu backbone jaringan berkapasitas besar untuk
menghubungkan simpul-simpul penghubung di masing-masing institusi. Kebutuhan
ini dapat dipenuhi oleh IHEN (Indonesian Higher Education Network) yang akan
dibangun mulai tahun 2006 yang lalu. Bagian utama dari IHEN, yang menghubungkan
6 kota di pulau Jawa, akan memiliki lebar pita mulai 2 Mbps dan akan
ditingkatkan sampai 155 Mbps. Disamping itu, interkoneksi IHEN yang juga
menghubungkan kota-kota di luar pulau Jawa akan memungkinkan akses atas RI-GRID
bagi para peneliti di kota-kota tersebut. Beberapa Perguruan Tinggi ternama
sudah mulai giat melakukan penelitian tentang Grid computing, misalnya yang
dilakukan oleh UGM dan UI. Anda dapat mengakses portal Grid hasil riset yang
dilakukan oleh Tim Riset HPC (High Performance Computing)